Karakteristik batubara di Cekungan Bengkulu
Rachmat Heryanto dan Suyoko
Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro No. 57, Bandung
Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro No. 57, Bandung
Sari
Cekungan Bengkulu dikenal sebagai cekungan busur muka yang berlokasi di bagian barat daya Pulau Sumatera. Cekungan Bengkulu ditempati oleh batuan silisiklastik, batubara, dan karbonat berumur Oligosen – Miosen. Batubara yang merupakan salah satu energi alternatif sebagai pengganti hidrokarbon, dijumpai dalam batuan sedimen Formasi Lemau yang berumur Miosen Tengah sampai Akhir, seperti yang teramati di daerah Ketaun, Bengkulu, dan Seluma. Ketebalan lapisan batubara di daerah Ketaun berkisar antara 50 sampai 200 cm, sedangkan di daerah Bengkulu berkisar antara 100 - 350 cm, dan di daerah Seluma dapat mencapai 450 cm.
Secara megaskopik lapisan batubara di daerah Ketaun berwarna hitam agak kusam (dull – dull banded) dengan gores warna hitam kecoklatan, sementara itu lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan warna hitam mengkilap (bright banded) dengan gores warna hitam. Lapisan batubara di daerah Ketaun mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) antara 0,41 - 0,49%, sedangkan lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) batubara berkisar antara 0,44 - 1,12%. Tingginya reflektan vitrinit pada batubara daerah Bengkulu dan Seluma diduga akibat pengaruh terobosan sill andesit.
Secara umum, lapisan batubara di daerah Ketaun terbentuk di lingkungan yang relatif lebih ke arah laut atau limited influx clastic marsh atau lower delta plain, dengan kerapatan pepohonan yang berkurang. Sebaliknya lapisan batubara daerah Bengkulu dan Seluma, secara umum relatif lebih ke arah darat atau telmatic atau upper delta plain atau wet forest swamp dengan kerapatan pepohonan bertambah.
Kata kunci: Batubara, vitrinit, Formasi Lemau, Cekungan Bengkulu
Secara megaskopik lapisan batubara di daerah Ketaun berwarna hitam agak kusam (dull – dull banded) dengan gores warna hitam kecoklatan, sementara itu lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan warna hitam mengkilap (bright banded) dengan gores warna hitam. Lapisan batubara di daerah Ketaun mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) antara 0,41 - 0,49%, sedangkan lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) batubara berkisar antara 0,44 - 1,12%. Tingginya reflektan vitrinit pada batubara daerah Bengkulu dan Seluma diduga akibat pengaruh terobosan sill andesit.
Secara umum, lapisan batubara di daerah Ketaun terbentuk di lingkungan yang relatif lebih ke arah laut atau limited influx clastic marsh atau lower delta plain, dengan kerapatan pepohonan yang berkurang. Sebaliknya lapisan batubara daerah Bengkulu dan Seluma, secara umum relatif lebih ke arah darat atau telmatic atau upper delta plain atau wet forest swamp dengan kerapatan pepohonan bertambah.
Kata kunci: Batubara, vitrinit, Formasi Lemau, Cekungan Bengkulu
Abstract
Bengkulu Basin is known as a fore arc basin, which located in the southwestern part of Sumatera Island. Bengkulu Basin is occupied by Oligo-Miocene siliciclastic, coal, and carbonate sediments. Coal, one of alternative energies which can substitute hydrocarbon, is found within the sedimentary rocks of the Middle to Upper Miocene Lemau Formation as observed in Ketaun, Bengkulu, and Seluma areas. The thickness of the coal seams in the Ketaun area ranges from 100 to 200 cm, whereas in the Bengkulu area it varies between 100 to 350 cm, and in Seluma area up to 450 cm.
Megascopically, coal seams in the Ketaun area are black in colour, dull to dull banded, with brownish black in streak, whereas in the Bengkulu and Seluma areas show a black colour, bright banded, and black streak. The mean of vitrinite reflectant value (Rv) of coal seam in the Ketaun area ranges from 0.41 to 0.49%, whereas in the Bengkulu and Seluma area it varies from 0.44 to 1.12%. The higher vitrinite reflectance of the Bengkulu and Seluma coals is probably due to the influence of andesitic sill intrusion.
In general, the coal in the Ketaun area was deposited in an environment of relatively more to marine direction or limited influx clastic marsh or lower delta plain, where the tree density decreased. However, the coal in the Bengkulu and Seluma areas occurred in an environment which was relatively more to land direction or telmatic, or upper delta plain or wet forest swamp, where the tree density increased.
Keywords: Coal, vitrinite, Lemau Formation, Bengkulu Basin
Megascopically, coal seams in the Ketaun area are black in colour, dull to dull banded, with brownish black in streak, whereas in the Bengkulu and Seluma areas show a black colour, bright banded, and black streak. The mean of vitrinite reflectant value (Rv) of coal seam in the Ketaun area ranges from 0.41 to 0.49%, whereas in the Bengkulu and Seluma area it varies from 0.44 to 1.12%. The higher vitrinite reflectance of the Bengkulu and Seluma coals is probably due to the influence of andesitic sill intrusion.
In general, the coal in the Ketaun area was deposited in an environment of relatively more to marine direction or limited influx clastic marsh or lower delta plain, where the tree density decreased. However, the coal in the Bengkulu and Seluma areas occurred in an environment which was relatively more to land direction or telmatic, or upper delta plain or wet forest swamp, where the tree density increased.
Keywords: Coal, vitrinite, Lemau Formation, Bengkulu Basin
Pendahuluan
Cekungan Bengkulu merupakan salah satu cekungan batuan sedimen Tersier di Pulau Sumate-ra yang termasuk ke dalam cekungan busur muka (Gambar 1). Pada saat ini, produksi minyak bumi mulai berkurang, sehingga eksplorasi batubara di bumi Indonesia mulai dilakukan sebagai energi alternatif.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian sumber daya minyak bumi di Cekungan Bengkulu, Provinsi Bengkulu yang merupakan salah satu kegiatan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang Pusat Survei Geologi) tahun 2005. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karateristik batubara di Cekungan Bengkulu. Penelitian dilakukan di daerah Ketaun yaitu di hulu Sungai Sebayur dan daerah Tanjungdalam. Di daerah sekitar Bengkulu yaitu di daerah Tabapenanjung (PT Danau Mas Hitam & PT Bukit Sunur), dan di daerah Seluma yaitu di area pertambangan batubara PT Bukit Bara Utama dan PT Bukit Indah Lestari.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian sumber daya minyak bumi di Cekungan Bengkulu, Provinsi Bengkulu yang merupakan salah satu kegiatan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (sekarang Pusat Survei Geologi) tahun 2005. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karateristik batubara di Cekungan Bengkulu. Penelitian dilakukan di daerah Ketaun yaitu di hulu Sungai Sebayur dan daerah Tanjungdalam. Di daerah sekitar Bengkulu yaitu di daerah Tabapenanjung (PT Danau Mas Hitam & PT Bukit Sunur), dan di daerah Seluma yaitu di area pertambangan batubara PT Bukit Bara Utama dan PT Bukit Indah Lestari.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Provinsi Bengkulu, Sumatera.
Penelitian lapangan dilaksanakan dengan metode penampang terperinci dan terukur, serta pengamatan terperinci, yang difokuskan pada sejumlah horizon pembawa batubara. Penelitian laboratorium yang terdiri atas petrologi organik, dilakukan selain untuk mengetahui kandungan material organik, juga untuk mengidentifikasi jenis dan karakteristik batubara, serta maseral penyusunnya. Perhitungan maseral dalam petrografi organik, mempergunakan alat penghitung titik (point counter) dengan jumlah 500 pengukuran, kemudian dihitung persentasi setiap maseral seperti yang tersaji dalam Tabel 1. Pengukuran reflektan vitrinit setiap percontoh batubara dilakukan sebanyak lima puluh pengukuran, kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
Hasil analisis petrografi organik (Tabel 1) direkalkulasi menjadi GI (Gelification Index), TPI (Tissue Preservation Index), T (telovitrinit: telinit + telokolinit), F (fusinit + semifusinit), dan D (dispersed organic mater: inertodetrinit + sporinit + alginit), yang tersaji dalam Tabel 2. GI adalah vitrinit
Hasil analisis petrografi organik (Tabel 1) direkalkulasi menjadi GI (Gelification Index), TPI (Tissue Preservation Index), T (telovitrinit: telinit + telokolinit), F (fusinit + semifusinit), dan D (dispersed organic mater: inertodetrinit + sporinit + alginit), yang tersaji dalam Tabel 2. GI adalah vitrinit
semifusinit + inertodetrinit + skleronit, sementara itu TPI adalah telovitrinit + semifusinit/detrovitrinit + gelovitrinit + inertodetrinit + sklerotinit.
Diagram segitiga fasies DTF (Diessel, 1982) dan diagram GI versus TPI (Diessel, 1986 dan Lamberson drr., 1991) dibuat untuk mengetahui lingkungan pengendapan batubara Cekungan Bengkulu yang merupakan tujuan penelitian ini, di samping karakteristik batubara.
Geologi Cekungan Bengkulu telah banyak dipublikasikan oleh penulis-penulis terdahulu, antara lain Gafoer drr. (1992), Amin drr. (1994), Yulihanto drr. (1995), Guntoro dan Djajadiharja (2005), dan Heryanto (2005, 2006a,b dan 2007a,b)
Diagram segitiga fasies DTF (Diessel, 1982) dan diagram GI versus TPI (Diessel, 1986 dan Lamberson drr., 1991) dibuat untuk mengetahui lingkungan pengendapan batubara Cekungan Bengkulu yang merupakan tujuan penelitian ini, di samping karakteristik batubara.
Geologi Cekungan Bengkulu telah banyak dipublikasikan oleh penulis-penulis terdahulu, antara lain Gafoer drr. (1992), Amin drr. (1994), Yulihanto drr. (1995), Guntoro dan Djajadiharja (2005), dan Heryanto (2005, 2006a,b dan 2007a,b)
Geologi Regional
Lajur Barisan (Formasi Hulusimpang, batuan terobosan dalam, Formasi Bal, Formasi Ranau, dan batuan gunung api) dan Lajur Bengkulu (Formasi Seblat, Lemau, Simpangaur, dan Bintunan, serta satuan batuan gunung api Kuarter) merupakan ke-lompok batuan yang menempati daerah Bengkulu. Penyebaran batuan dan kolom stratigrafi Cekungan Bengkulu tersaji dalam Gambar 2 dan 3.
Formasi Hulusimpang (lava, breksi gunung api, dan tuf) yang berumur Oligosen-Miosen Awal merupakan batuan tertua yang tersingkap di daerah Bengkulu. Bagian atas formasi ini menjemari dengan bagian bawah Formasi Seblat (perselingan batulempung, batulempung gampingan, batulanau dengan sisipan batupasir, dan konglomerat) yang berumur Miosen Awal sampai Tengah. Batuan terobosan dalam (granit dan diorit) yang berumur Miosen Tengah menerobos Formasi Hulusimpang dan Formasi Seblat (Gafoer drr., 1992; dan Amin drr., 1994).
Formasi Lemau (batulempung, batulempung gampingan, batubara, batupasir, dan konglomerat) yang berumur Miosen Tengah - Akhir menindih secara tak selaras Formasi Seblat (Yulihanto drr., 1995). Kemudian Formasi Lemau tertindih secara tak selaras oleh Formasi Simpangaur (batupasir konglomeratan, batupasir, batulumpur mengandung cangkang moluska, dan batupasir tufan) berumur Miosen Akhir – Pliosen, dan terendapkan di daerah transisi.
Formasi Bintunan (batuan tufan, konglomerat polimik, tuf, dan batulempung tufan dengan sisipan lignit, dan sisa tumbuhan) berumur Plio-Plistosen, yang terendapkan di lingkungan air tawar sampai payau dan setempat laut dangkal, menindih tak selaras Formasi Simpangaur (Gafoer drr., 1992), sedangkan menurut Yulihanto drr. (1995; Gambar 3) bagian bawah Formasi Bintunan tersebut menjemari
Formasi Hulusimpang (lava, breksi gunung api, dan tuf) yang berumur Oligosen-Miosen Awal merupakan batuan tertua yang tersingkap di daerah Bengkulu. Bagian atas formasi ini menjemari dengan bagian bawah Formasi Seblat (perselingan batulempung, batulempung gampingan, batulanau dengan sisipan batupasir, dan konglomerat) yang berumur Miosen Awal sampai Tengah. Batuan terobosan dalam (granit dan diorit) yang berumur Miosen Tengah menerobos Formasi Hulusimpang dan Formasi Seblat (Gafoer drr., 1992; dan Amin drr., 1994).
Formasi Lemau (batulempung, batulempung gampingan, batubara, batupasir, dan konglomerat) yang berumur Miosen Tengah - Akhir menindih secara tak selaras Formasi Seblat (Yulihanto drr., 1995). Kemudian Formasi Lemau tertindih secara tak selaras oleh Formasi Simpangaur (batupasir konglomeratan, batupasir, batulumpur mengandung cangkang moluska, dan batupasir tufan) berumur Miosen Akhir – Pliosen, dan terendapkan di daerah transisi.
Formasi Bintunan (batuan tufan, konglomerat polimik, tuf, dan batulempung tufan dengan sisipan lignit, dan sisa tumbuhan) berumur Plio-Plistosen, yang terendapkan di lingkungan air tawar sampai payau dan setempat laut dangkal, menindih tak selaras Formasi Simpangaur (Gafoer drr., 1992), sedangkan menurut Yulihanto drr. (1995; Gambar 3) bagian bawah Formasi Bintunan tersebut menjemari
dengan bagian atas Formasi Simpangaur. Formasi Bintunan setara dengan Formasi Ranau yang ter-singkap di Lembar Manna (Amin drr., 1994), terdiri atas breksi gunung api berbatuapung dan tuf riolitik-andesitik. Breksi gunung api tampak berwarna kekuningan, lunak, tidak berlapis, berkomponen kepingan batuapung dan lava andesit-basal di dalam matriks tuf pasiran (Amin drr.,1994). Kemudian satuan batuan yang termuda adalah aluvium yang terdiri atas bongkah, kerakal, pasir, lanau, lumpur, dan lempung.
Batubara
Lapisan batubara di Cekungan Bengkulu dijum-pai dalam Formasi Lemau. Formasi Lemau terdiri atas batulempung, batulempung gampingan, batubara, batupasir, dan konglomerat, berumur Miosen Tengah – Atas, dan terendapkan di daerah transisi sampai laut dangkal. Formasi Lemau tersingkap baik mulai dari daerah utara di daerah Ketaun sampai dengan daerah Manna. Lapisan batubara teramati di daerah Ketaun, Bengkulu, dan Seluma (Gambar 2). Hasil analisis petrografi organik dari batubara di daerah Bengkulu tersaji dalam Tabel 1.
Daerah Ketaun
Lapisan batubara di daerah Ketaun teramati di daerah Sungai Sebayur dan Tanjungdalam. Di daerah ini bagian atas Formasi Lemau terdiri atas perseling-an batupasir, batulempung, dan batubara. Runtunan batuan sedimen di daerah Sebayur ini terlihat dari inti bor (core) Titik Bor CMBH 31 dengan kedalam-an 81 m (Gambar 4). Tiga lapisan batubara (lapisan A, B, dan C; Gambar 4 dan 5) dijumpai dalam bagian atas Formasi Lemau di daerah ini.
Ketebalan lapisan batubara di daerah Ketaun berkisar antara 50 sampai 200 cm, dengan sifat fisik warna hitam, kusam (dull-dull banded), gores coklat kehitaman, ringan. Secara petrografi organik contoh batubara di daerah ini tersusun atas kelompok maseral vitrinit (72,2 - 89,6%) yang terdiri atas telokolinit (38,6 - 68,6%), detrovitrinit + desmokolinit (19,2 - 46,4%), dan gelokolinit + korpokolinit (1,0 - 3,6%). Kandungan maseral eksinit berkisar antara 0,4 sampai 2,0% yang seluruhnya terdiri atas resinit, sedangkan kandungan maseral inertinit adalah 4,6 - 19,2%, yang terdiri atas fusinit (0 - 3,2%), semifusinit (0,6 - 12,4%), sklerotinit (1,4 - 3,6%), dan inertodetrinit (2,0 - 3,4%). Adapun material mineral yang dijumpai dalam batubara di daerah ini adalah mineral lempung (0 - 2,4%), pirit framboid (0 - 1,8%), pirit normal (0,4 - 1,8%), dan mineral karbonat (0 - 0,6%). Nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) berkisar antara 0,41 dan 0,49%, dengan nilai reflektan minimum 0,35 - 0,44% dan nilai reflektan maksimum 0,46 - 0,54% (Tabel 1).
Runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Ketaun tersaji dalam Gambar 4. Dijumpainya lapisan batupasir dalam runtunan ini menunjukkan lingkungan pengendapan runtunan ini dipengaruhi oleh saluran. Adanya fosil foram pada batupasir menunjukkan saluran tersebut terletak dalam lingkungan laut atau pengaruh lingkungan laut. Dijumpainya sedimen klastika halus dengan struktur sedimen laminasi sejajar menunjukkan lingkungan dataran banjir atau pasang surut ikut mempengaruhi lingkungan pengendapan bagian bawah runtunan sedimen pembawa batubara. Adanya kandungan mineral pirit framboidal dan karbonat pada lapisan batubara (Tabel 1), menunjukan adanya pengaruh lingkungan laut pada waktu pembentukan batubara. Data tersebut menunjukkan bahwa lingkungan yang cocok untuk pengendapan sedimen pembawa batubara adalah lingkungan deltaik.
Daerah Bengkulu
Lapisan batubara di daerah Bengkulu teramati di daerah Tabapenanjung yaitu di daerah penambangan batubara PT Danau Mas Hitam. Secara umum runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah ini terdiri atas Satuan Batupasir dengan sisipan batulempung dan batubara di bagian bawah dan Satuan Batulempung dengan sisipan batupasir dan batubara di bagian atas. Di beberapa tempat dijumpai sill andesit. Secara umum, lapisan batubara yang dijumpai di daerah ini ada tiga lapisan, lapisan pertama di atas sill andesit dengan ketebalan batubara 3,5 m. Lapisan kedua dan ketiga di bawah sill andesit, dengan ketebalan sill berkisar antara 6 sampai 41 m, sedangkan lapisan batubara berkisar antara 1 - 3,5 m. Runtunan batuan sedimen pembawa batubara yang tidak terpengaruh oleh sill andesit tersaji dalam Gambar 6, sedangkan runtunan yang terpengaruh oleh sill andesit dapat dilihat dalam Gambar 7.
Gambar 4. Kolom stratigrafi inti bor di daerah Sebayur, Ketaun
Penampakan fisik dari lapisan batubara di daerah ini adalah warna hitam, mengkilap (bright-bright banded), gores warna hitam, ringan, dan pecahan konkoidal. Penampakan di lapangan batubara yang tidak terpengaruh oleh sill andesit adalah seperti terlihat dalam Gambar 8, sedangkan batubara yang terpangaruh olen sill andesit akan menghasilkan kokas dan berstruktur meniang pada bagian kontaknya (Gambar 9). Di beberapa tempat dijumpai ada resin dengan diameter fragmen 1-3 cm (Gambar 10)
Secara mikroskopis, batubara di daerah Bengkulu tersusun oleh kelompok maseral vitrinit (88,8
Gambar 4. Kolom stratigrafi inti bor di daerah Sebayur, Ketaun.- 98,4%), terdiri atas telokolinit (56,6 - 85,2%), detrovitrinit + desmokolinit (12,2 - 30,2%), dan : gelokolinit + korpokolinit (0 - 2,0%). Sementara itu kandungan maseral eksinit berkisar antara 0,6 sampai 1,0% yang seluruhnya terdiri atas resinit. Selanjutnya kandungan maseral inertinit adalah 0 - 6,8%, yang terdiri atas fusinit (0 - 0,4%), semifusinit (0 - 3,8%), sklerotinit (0 - 1,4%), dan inertodetrinit (0 - 1,6%). Adapun material mineral yang dijumpai dalam batubara di daerah ini adalah mineral lempung (0 - 1,0%) dan pirit normal (0 - 3,0%). Nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) berkisar antara 0,44 dan 0,96 %, dengan nilai reflektan minimum 0,37 -
Secara mikroskopis, batubara di daerah Bengkulu tersusun oleh kelompok maseral vitrinit (88,8
Gambar 4. Kolom stratigrafi inti bor di daerah Sebayur, Ketaun.- 98,4%), terdiri atas telokolinit (56,6 - 85,2%), detrovitrinit + desmokolinit (12,2 - 30,2%), dan : gelokolinit + korpokolinit (0 - 2,0%). Sementara itu kandungan maseral eksinit berkisar antara 0,6 sampai 1,0% yang seluruhnya terdiri atas resinit. Selanjutnya kandungan maseral inertinit adalah 0 - 6,8%, yang terdiri atas fusinit (0 - 0,4%), semifusinit (0 - 3,8%), sklerotinit (0 - 1,4%), dan inertodetrinit (0 - 1,6%). Adapun material mineral yang dijumpai dalam batubara di daerah ini adalah mineral lempung (0 - 1,0%) dan pirit normal (0 - 3,0%). Nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) berkisar antara 0,44 dan 0,96 %, dengan nilai reflektan minimum 0,37 -
0,56% dan nilai reflektan maksimum 0,48 - 1,32% (Tabel 1). Tingginya nilai reflektan dikarenakan oleh adanya sill andesit. Hal ini terlihat dari nilai reflektan rata-rata percontoh batubara yang tidak terpengaruh oleh sill andesit (05RH50I) yang
diambil dari lokasi 05RH50 di Talang Segimin dengan kolom yang tersaji dalam Gambar 6, dan mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata 0,44%. Sementara itu contoh batubara yang terpengaruh oleh sill andesit (05RH52B) yang diambil dari lokasi 05RH52 (Gambar 7) menunjukkan nilai reflektan vitrinit rata-rata 0,78%, dan pada daerah kontaknya menghasilkan kokas (Gambar 7 dan 10).
Runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Bengkulu (Gambar 7) menunjukkan bahwa batubara di daerah ini berasosiasi dengan batupasir berbutir sedang sampai kasar, di beberapa tempat batupasir ini menunjukkan struktur sedimen silang siur dan lapisan bersusun, hal ini mengindikasikan bahwa runtunan batuan sedimen pembawa batubara terendapkan dalam lingkungan yang berhubungan dengan saluran (sungai) atau dalam lingkungan fluviatil. Dijumpainya fragmen resin dalam batubara, menunjukkan adanya pepohonan besar penghasil getah dalam pembentukan batubara. Hal ini ditunjang oleh hasil analisis petrografi organik bahwa batubara di daerah ini tidak mengandung mineral pirit framboid dan mineral karbonat, yang mengindikasikan bahwa pembentukan batubara di daerah ini tidak berhubungan dengan lingkungan laut. Dengan demikian batubara di daerah ini terbentuk di lingkungan darat.
Daerah Seluma
Penelitian batubara di daerah Seluma dilakukan di area pertambangan PT Bukit Bara Utama (BBU)
Gambar 9. Foto singkapan kokas (K) merupakan hasil kontak batubara dengan terobosan sill andesit porfir (AN). Tersingkap di lokasi 05RH51.
Gambar 10. Foto singkapan batubara yang memperlihat kilap seperti logam (BB), diperkirakan karena efek terobosan sill andesit pofir, mengandung resin (R). Tersingkap di lokasi 05RH51.dan Bukit Indah Lestari (BIL). Runtunan batuan sedimen pembawa batubara tersusun oleh batu pasir kasar sampai konglomeratan, batupasir kasar dengan struktur sedimen butiran tersusun (graded bedding) dan lapisan silang-siur, dan batupasir halus - sedang yang menunjukkan lapisan sejajar dan mengandung jejak binatang (burrow), seperti yang tersaji dalam Gambar 11. Di atas perselingan tersebut dijumpai batubara lapisan C dengan ketebalan 3,25 m dan mengandung interseam batulempung warna kelabu kecoklatan dengan ketebalan 5 - 15 cm, sedangkan lapisan B dijumpai di bawah runtunan tersebut dengan ketebalan 4,5 m yang juga mengandung interseam batulempung (5-15 cm) dan memperlihatkan cleat yang baik (Gambar 12). Di beberapa tempat dijumpai adanya fragmen resin.
Sifat fisik batubara di daerah ini adalah warna hitam, mengkilap (bright banded), gores hitam dengan pecahan konkoidal, dan ringan. Secara petrografis, organik batubara di daerah ini tersusun oleh kelompok maseral vitrinit (87,4 - 99,0%) yang terdiri atas telokolinit (48,8 - 78,2%), detrovitrinit + desmokolinit (17,0 - 35,6%), dan gelokolinit + korpokolinit (0 - 3,0%). Sementara itu kandungan kelompok maseral eksinit berkisar antara 0 sampai 1,4% yang seluruhnya terdiri atas resinit. Selanjutnya kandungan kelompok maseral inertinit adalah 0,4 - 8,8%, yang terdiri semifusinit (0 - 2,6%), sklerotinit (0,4 - 4,6%), dan inertodetrinit (0 - 1,6%). Adapun material mineral yang dijumpai dalam batubara di daerah
Runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Bengkulu (Gambar 7) menunjukkan bahwa batubara di daerah ini berasosiasi dengan batupasir berbutir sedang sampai kasar, di beberapa tempat batupasir ini menunjukkan struktur sedimen silang siur dan lapisan bersusun, hal ini mengindikasikan bahwa runtunan batuan sedimen pembawa batubara terendapkan dalam lingkungan yang berhubungan dengan saluran (sungai) atau dalam lingkungan fluviatil. Dijumpainya fragmen resin dalam batubara, menunjukkan adanya pepohonan besar penghasil getah dalam pembentukan batubara. Hal ini ditunjang oleh hasil analisis petrografi organik bahwa batubara di daerah ini tidak mengandung mineral pirit framboid dan mineral karbonat, yang mengindikasikan bahwa pembentukan batubara di daerah ini tidak berhubungan dengan lingkungan laut. Dengan demikian batubara di daerah ini terbentuk di lingkungan darat.
Daerah Seluma
Penelitian batubara di daerah Seluma dilakukan di area pertambangan PT Bukit Bara Utama (BBU)
Gambar 9. Foto singkapan kokas (K) merupakan hasil kontak batubara dengan terobosan sill andesit porfir (AN). Tersingkap di lokasi 05RH51.
Gambar 10. Foto singkapan batubara yang memperlihat kilap seperti logam (BB), diperkirakan karena efek terobosan sill andesit pofir, mengandung resin (R). Tersingkap di lokasi 05RH51.dan Bukit Indah Lestari (BIL). Runtunan batuan sedimen pembawa batubara tersusun oleh batu pasir kasar sampai konglomeratan, batupasir kasar dengan struktur sedimen butiran tersusun (graded bedding) dan lapisan silang-siur, dan batupasir halus - sedang yang menunjukkan lapisan sejajar dan mengandung jejak binatang (burrow), seperti yang tersaji dalam Gambar 11. Di atas perselingan tersebut dijumpai batubara lapisan C dengan ketebalan 3,25 m dan mengandung interseam batulempung warna kelabu kecoklatan dengan ketebalan 5 - 15 cm, sedangkan lapisan B dijumpai di bawah runtunan tersebut dengan ketebalan 4,5 m yang juga mengandung interseam batulempung (5-15 cm) dan memperlihatkan cleat yang baik (Gambar 12). Di beberapa tempat dijumpai adanya fragmen resin.
Sifat fisik batubara di daerah ini adalah warna hitam, mengkilap (bright banded), gores hitam dengan pecahan konkoidal, dan ringan. Secara petrografis, organik batubara di daerah ini tersusun oleh kelompok maseral vitrinit (87,4 - 99,0%) yang terdiri atas telokolinit (48,8 - 78,2%), detrovitrinit + desmokolinit (17,0 - 35,6%), dan gelokolinit + korpokolinit (0 - 3,0%). Sementara itu kandungan kelompok maseral eksinit berkisar antara 0 sampai 1,4% yang seluruhnya terdiri atas resinit. Selanjutnya kandungan kelompok maseral inertinit adalah 0,4 - 8,8%, yang terdiri semifusinit (0 - 2,6%), sklerotinit (0,4 - 4,6%), dan inertodetrinit (0 - 1,6%). Adapun material mineral yang dijumpai dalam batubara di daerah
ini adalah mineral lempung (0 - 0,2%), dan pirit normal (0,6 - 2,4%). Nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) berkisar antara 0,50 dan 1,12%, dengan nilai reflektan minimum 0,40 - 0,98% dan nilai reflektan maksimum 0,62 - 1,20% (Tabel 1).
Nilai reflektan vitrinit mempunyai kisaran yang cukup besar yaitu mulai dari 0,50% sampai dengan 1,12%. Hal ini karena adanya terobosan sill andesit, seperti terlihat pada lokasi 05RH101 (Gambar 11). Batubara (05RH101B) di daerah ini tidak terpengaruh oleh terobosan sill andesit, mempunyai nilai reflektan vitrinit 0,50% (Tabel 1). Sementara itu, pada lokasi 05RH107 (Gambar 13) yang batubaranya (05RH107A) terpengaruh oleh terobosan sill andesit mempunyai nilai reflektan vitrinit 1,12% (Tabel 1).
Dijumpainya lapisan batupasir berbutir sedang sampai kasar, yang memperlihatkan struktur sedimen silang-siur dan butiran tersusun, menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara sangat dipengaruhi oleh saluran
Nilai reflektan vitrinit mempunyai kisaran yang cukup besar yaitu mulai dari 0,50% sampai dengan 1,12%. Hal ini karena adanya terobosan sill andesit, seperti terlihat pada lokasi 05RH101 (Gambar 11). Batubara (05RH101B) di daerah ini tidak terpengaruh oleh terobosan sill andesit, mempunyai nilai reflektan vitrinit 0,50% (Tabel 1). Sementara itu, pada lokasi 05RH107 (Gambar 13) yang batubaranya (05RH107A) terpengaruh oleh terobosan sill andesit mempunyai nilai reflektan vitrinit 1,12% (Tabel 1).
Dijumpainya lapisan batupasir berbutir sedang sampai kasar, yang memperlihatkan struktur sedimen silang-siur dan butiran tersusun, menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara sangat dipengaruhi oleh saluran
(channel). Adanya batupasir berbutir halus dengan struktur sedimen laminasi sejajar menunjukkan bahwa dataran banjir mempengaruhi lingkungan
pengendapan batuan sedimen pembawa batubara. Dengan demikian lingkungan pengendapan yang cocok untuk lapisan batuan sedimen pembawa batubara adalah lingkungan sungai (fluviatil). Tidak dijumpainya mineral pirit framboid dan mineral karbonat menunjukkan bahwa lingkungan laut tidak mempengaruhi pembentukan batubara di daerah ini. Dijumpainya fragmen resin pada batubara menunjukkan pepohonan besar (rain forest) adalah salah satu pembentuk batubara di daerah ini. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa batubara di daerah ini terbentuk dalam lingkungan darat.
Diskusi
Lapisan batubara di Cekungan Bengkulu teramati di daerah Ketaun, Bengkulu, dan Seluma yang dijumpai dalam Formasi Lemau. Secara megaskopik, lapisan batubara di daerah Ketaun berwarna hitam agak kusam (dull – dull banded) dengan gores warna hitam kecoklatan, sementara itu lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan warna hitam mengkilap (bright banded) dengan gores warna hitam. Keadaan tersebut dikarenakan adanya pengaruh terobosan sill andesit pada lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma, yang menyebabkan lapisan batubara di daerah Ketaun mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) antara 0,41 dan 0,49%, dengan nilai reflektan minimum 0,35-0,44% dan nilai reflektan maksimum 0,46 - 0,54 % (Tabel 1). Sementara nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) lapisan batubara di daerah Bengkulu berkisar antara 0,44 dan 0,96%, dengan nilai reflektan minimum 0,37 - 0,56 % dan nilai reflektan maksimum 0,48 - 1,32% (Tabel 1). Lapisan batubara yang tidak terpengaruh terobosan sill andesit mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata 0,44%. Adapun lapisan batubara di daerah Seluma mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) berkisar antara 0,50 dan 1,12%, dengan nilai reflektan minimum 0,40 - 0,98% dan nilai reflektan maksimum 0,62 - 1,20% (Tabel 1). Lapisan batubara yang tidak terpengaruh terobosan sill andesit mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata 0,50 %.
Runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Ketaun menunjukkan lingkungan pengendap-an yang dipengaruhi oleh laut, yaitu lingkungan delta. Hal ini ditunjang oleh hasil analisis petrografi organik dengan dijumpainya mineral pirit framboid dan adanya mineral karbonat. Sementara itu, runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan lingkungan pengendapan fluviatil atau darat, yang juga ditunjang oleh hasil analisis petrografi organik dengan tidak dijumpainya mineral pirit framboid dan mineral karbonat. Penampakan di lapangan juga ditunjang oleh adanya resin dalam batubara yang menunjukkan bahwa pembentukan batubara di daerah ini dipengaruhi oleh pepohonan besar (rain forest).
Hasil analisis petrografi organik (Tabel 1), kemudian direkalkulasi menjadi GI (Gelification Index), TPI (Tissue Preservation Index), T (telovitrinit : telinit + telokolinit), F (fusinit + semifusinit), dan D (dispersed organic mater : inertodetrinit + sporinit + alginit), yang tersaji dalam Tabel 2. GI adalah vitrinit/semifusinit + inertodetrinit + sklerotinit, sementara itu TPI adalah telovitrinit + semifusinit / detrovitrinit + gelovitrinit + inertodetrinit + sklerotinit.
Diagram segitiga fasies Diessel (1982), seperti yang terlihat pada Gambar 14, menunjukkan bahwa batubara Cekungan Bengkulu termasuk dalam fasies Wet Forest Swamp. Secara umum, batubara di daerah Ketaun relatif lebih ke arah limnic dari pada batubara daerah Bengkulu dan Seluma. Sementara itu diagram fasies Diessel (1986) dan Lamberson drr., (1991) seperti tersaji dalam Gambar 15, menunjukkan bahwa dua percontoh batubara dari daerah Ketaun termasuk ke dalam fasies limnic atau termasuk dalam limited influx clastic marsh, atau termasuk lower delta plain. Dalam fasies limnic ini kerapatan pepohonannya berkurang, sedangkan ke arah fasies telmatic kerapatan pepohonannya bertambah. Sementara itu, percontoh batubara lainnya dari daerah Bengkulu, Ketaun, dan Seluma termasuk ke dalam fasies telmatic. Dari percontoh batubara yang termasuk telmatic, satu percontoh batubara dari daerah Bengkulu dan satu percontoh batubara dari derah Seluma termasuk ke dalam wet forest swamp atau termasuk ke dalam fasies upper delta plain.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa secara umum batubara di daerah Ketaun terbentuk di lingkungan yang relatif lebih ke arah laut atau limnic atau limited influx clastic marsh atau lower delta plain, yang kerapatan pepohonannya berkurang. Sebaliknya batubara dari daerah Bengkulu dan Seluma,
Runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Ketaun menunjukkan lingkungan pengendap-an yang dipengaruhi oleh laut, yaitu lingkungan delta. Hal ini ditunjang oleh hasil analisis petrografi organik dengan dijumpainya mineral pirit framboid dan adanya mineral karbonat. Sementara itu, runtunan batuan sedimen pembawa batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan lingkungan pengendapan fluviatil atau darat, yang juga ditunjang oleh hasil analisis petrografi organik dengan tidak dijumpainya mineral pirit framboid dan mineral karbonat. Penampakan di lapangan juga ditunjang oleh adanya resin dalam batubara yang menunjukkan bahwa pembentukan batubara di daerah ini dipengaruhi oleh pepohonan besar (rain forest).
Hasil analisis petrografi organik (Tabel 1), kemudian direkalkulasi menjadi GI (Gelification Index), TPI (Tissue Preservation Index), T (telovitrinit : telinit + telokolinit), F (fusinit + semifusinit), dan D (dispersed organic mater : inertodetrinit + sporinit + alginit), yang tersaji dalam Tabel 2. GI adalah vitrinit/semifusinit + inertodetrinit + sklerotinit, sementara itu TPI adalah telovitrinit + semifusinit / detrovitrinit + gelovitrinit + inertodetrinit + sklerotinit.
Diagram segitiga fasies Diessel (1982), seperti yang terlihat pada Gambar 14, menunjukkan bahwa batubara Cekungan Bengkulu termasuk dalam fasies Wet Forest Swamp. Secara umum, batubara di daerah Ketaun relatif lebih ke arah limnic dari pada batubara daerah Bengkulu dan Seluma. Sementara itu diagram fasies Diessel (1986) dan Lamberson drr., (1991) seperti tersaji dalam Gambar 15, menunjukkan bahwa dua percontoh batubara dari daerah Ketaun termasuk ke dalam fasies limnic atau termasuk dalam limited influx clastic marsh, atau termasuk lower delta plain. Dalam fasies limnic ini kerapatan pepohonannya berkurang, sedangkan ke arah fasies telmatic kerapatan pepohonannya bertambah. Sementara itu, percontoh batubara lainnya dari daerah Bengkulu, Ketaun, dan Seluma termasuk ke dalam fasies telmatic. Dari percontoh batubara yang termasuk telmatic, satu percontoh batubara dari daerah Bengkulu dan satu percontoh batubara dari derah Seluma termasuk ke dalam wet forest swamp atau termasuk ke dalam fasies upper delta plain.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa secara umum batubara di daerah Ketaun terbentuk di lingkungan yang relatif lebih ke arah laut atau limnic atau limited influx clastic marsh atau lower delta plain, yang kerapatan pepohonannya berkurang. Sebaliknya batubara dari daerah Bengkulu dan Seluma,
secara umum relatif lebih ke arah darat atau telmatic atau upper delta plain atau wet forest swamp di mana kerapatan pepohonannya bertambah.
Kesimpulan
Lapisan batubara di Cekungan Bengkulu, yang dijumpai dalam Formasi Lemau berumur Miosen Tengah, teramati di daerah Ketaun, Bengkulu, dan Seluma. Ketebalan lapisan batubara di daerah Ke-taun berkisar antara 50 sampai 200 cm, sedangkan di daerah Bengkulu antara 100 - 350 cm, dan di daerah Seluma dapat mencapai 450 cm.
Secara megaskopik, lapisan batubara di daerah Ketaun berwarna hitam agak kusam (dull – dull banded) dengan gores warna hitam kecoklatan, sementara itu lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan warna hitam mengkilap (bright banded) dengan gores warna hitam. Lapisan batubara di daerah Ketaun mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) antara 0,41 dan 0,49%, sedang
Secara megaskopik, lapisan batubara di daerah Ketaun berwarna hitam agak kusam (dull – dull banded) dengan gores warna hitam kecoklatan, sementara itu lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma menunjukkan warna hitam mengkilap (bright banded) dengan gores warna hitam. Lapisan batubara di daerah Ketaun mempunyai nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) antara 0,41 dan 0,49%, sedang
sedangkan lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma nilai reflektan vitrinit rata-ratanya (Rv) berkisar antara 0,44 dan 1,12%. Keadaan tersebut karena bahwa adanya pengaruh terobosan sill andesit pada lapisan batubara di daerah Bengkulu dan Seluma.
Secara umum, batubara di daerah Ketaun terbentuk di lingkungan yang relatif lebih ke arah laut
Secara umum, batubara di daerah Ketaun terbentuk di lingkungan yang relatif lebih ke arah laut
atau limnic atau limited influx clastic marsh atau lower delta plain, di mana kerapatan pepohonannya berkurang. Sebaliknya batubara dari daerah Bengkulu dan Seluma, secara umum relatif lebih ke arah darat atau telmatic atau upper delta plain atau wet forest swamp di mana kerapatan pepohonannya bertambah.
Ucapan Terima Kasih---Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Kepala Pusat Survei Geologi yang telah memberikan dukungan mulai dari penelitian lapangan sampai dengan penulisan makalah ini. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada rekan sejawat yang telah memberikan kritik, saran, dan diskusi mengenai makalah ini.
Ucapan Terima Kasih---Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Kepala Pusat Survei Geologi yang telah memberikan dukungan mulai dari penelitian lapangan sampai dengan penulisan makalah ini. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada rekan sejawat yang telah memberikan kritik, saran, dan diskusi mengenai makalah ini.
Acuan
Amin, T.C, Kusnama, Rustandi, E., dan Gafoer, S., 1994. Geologi Lembar
Manna dan Enggano, Sumatera, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Diessel, C.F.K., 1982. An appraisal of coal facies based on maceral
Diessel, C.F.K., 1982. An appraisal of coal facies based on maceral
characteristics. Australian Coal Geology, 4 (2), h.474-484.
Diessel, C.F.K., 1986. On the correlation between coal fasies and depositional
Diessel, C.F.K., 1986. On the correlation between coal fasies and depositional
environment. Proceedings 20th Symposium of Department Geology,
University of New Castle, New South Wales, h.19-22.
Gafoer, S., Amin, T.C., dan Pardede, R., 1992. Geologi Lembar Bengkulu,
Gafoer, S., Amin, T.C., dan Pardede, R., 1992. Geologi Lembar Bengkulu,
Sumatera Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Guntoro, A., dan Djajadiharja, Y.S., 2005. Tectonic Scenario of the Sumatra
Guntoro, A., dan Djajadiharja, Y.S., 2005. Tectonic Scenario of the Sumatra
Fore-Arc Basin in Relation To the Formation of Petroleum Systems.
International Conference on Geology, Geotechnology and Mineral Recources
of Indochina (GEOINDO 2005), Khon Kaen, Thailand.
Heryanto, R., 2005. Laporan Penelitian Sumber Daya Hidrokarbon di Cekungan
Heryanto, R., 2005. Laporan Penelitian Sumber Daya Hidrokarbon di Cekungan
Bengkulu, Bengkulu. Pusat Penelitian Pengembangan Geologi, Badan
Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Laporan Internal).
Heryanto, R., 2006a. Karakteristik Formasi Seblat di Daerah Bengkulu Selatan.
Heryanto, R., 2006a. Karakteristik Formasi Seblat di Daerah Bengkulu Selatan.
Jurnal Sumber Daya Geologi, 16, h. 179-195.
Heryanto, R., 2006b. Provenance batupasir Formasi Lemau di Cekungan
Heryanto, R., 2006b. Provenance batupasir Formasi Lemau di Cekungan
Bengkulu., Seminar Nasional Geologi Indonesia: ”DINAMIKA DAN
PRODUKNYA”. Pusat Survei Geologi, Bandung, 5-6 Desember 2006.
Heryanto, R., 2007a. Diagenesis Batupasir Formasi Lemau di Cekungan
Heryanto, R., 2007a. Diagenesis Batupasir Formasi Lemau di Cekungan
Bengkulu dan Potensinya sebagai Batuan Reservoar Hidrokarbon. Mineral dan Energi, 5, h. 58-70.
Heryanto, R., 2007b. Hubungan antara diagenesis, reflektan vitrinit, dan
Heryanto, R., 2007b. Hubungan antara diagenesis, reflektan vitrinit, dan
kematangan batuan pembawa hidrokarbon batuan Sedimen Miosen di
Cekungan Bengkulu. Jurnal Geologi Indonesia, 2, h. 101-111.
Heryanto, R. dan Panggabean, H., 2006. The Tertiary Source Rock Potential of
Heryanto, R. dan Panggabean, H., 2006. The Tertiary Source Rock Potential of
the Bengkulu Basin. Jakarta2006 International Geosciences Conference and
Exhibition. Jakarta, 14-16 Agustus 2006.
Lamberson, M.N., Bustin, R.M., dan Kalkreuth, W.D., 1991. Lithotype
Lamberson, M.N., Bustin, R.M., dan Kalkreuth, W.D., 1991. Lithotype
(maceral) composition and variation as correlated with paleo-wetland
environment, Gates Formation, northeastern British Columbia, Canada.
International Jurnal of Coal Geology, 18, h.67-124.
Yulihanto, B., Situmorang, B., Nurdjajadi, A., dan Sain, B. 1995. Structural
Yulihanto, B., Situmorang, B., Nurdjajadi, A., dan Sain, B. 1995. Structural
Analysis of the onshore Bengkulu Forearc Basin and Its Implication for Future
Hydrocarbon Exploration Activity. Proceedings, Indonesian Petroleum
Association Twenty Fourth Annual Convention, October 1995.
Tulisan ini diambil dari sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 4 Desember 2007: 247-259
Tidak ada komentar:
Posting Komentar